Bandung, Kilas Nusantara,- Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin kembali menjalani persidangan pada dengan agenda pembacaan eksepsi dari penasihat hukum terdakwa Ade Yasin.
Sidang sempat diawali perdebatan antara Penasihat Hukum dan menelis hakim terkait permintaan penasihat hukum supaya terdakwa Ade Yasin dihadirkan langsung di ruang persidangan.
“Sebagaimana permintaan kami pada sidang sebelumnya, agar klien kami dihadirkan langsung diruang persidangan,namun kami tidak melihat klien kami hadir disini yang mulia Majelis hakim,” ujar Roynal.
Menjawab permintaan penasihat hukum,majelis hakim menjanjikan akan menghadirkan terdakwa pada waktu pemeriksaan terdakwa.
“Kalau waktu Pemeriksaan terdakwa kami akan berusaha menghadirkan terdakwa diruang persidang,” kata Ketua majelis hakim Hera Kartiningsih
Sementara terkait permintaan penasihat hukum tentang pemindahan tempat penahanan dari rutan Jakarta dipindahkan ke Bandung Penuntut Umum mengatakan pihaknya telah berkirim surat ke rutan perempuan Bandung,namun belum ada jawaban secara tertulis sampai saat ini.
“Kami sudah bersurat namun belum ada jawaban secara tertulis. Memang secara lisan, sudah boleh dengan syarat tes antigen. Pekan depan kita bisa pindahkan ke Bandung,” kata Roni Yusuf salah seorang JPU dari KPK pada Rabu (20/7/2022).
Dalam eksepsi penasihat hukum, pada intinya menilai dakwaan Penuntut Umum KPK tidak cermat dan tidak lengkap.Seperti disebutkan Dinalara Butar Butar menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeret kliennya ke kasus suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat, tanpa melengkapi alat bukti.
“Di dalam dakwaan tidak ada disebutkan JPU (jaksa penuntut umum) tentang temuan hasil sadapan Penyidik KPK terhadap pembicaraan yang dilakukan Terdakwa AY untuk melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan,” ungkapnya saat membacakan eksepsi.
Menurutnya, mengacu pada Pasal 17 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP), penangkapan terhadap seorang yang diduga melakukan tindak pidana, perlu dilengkapi dengan bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang sah.
Pasalnya, KPK usai penangkapan mengumumkan bahwa penjemputan Ade Yasin sebagai saksi di rumah dinas pada 27 April 2022 sebagai sebuah peristiwa operasi tangkap tangan (OTT).
“JPU tidak menjelaskan dalam dakwaannya apa dua alat bukti yang cukup yang dimiliki KPK sehingga terdakwa harus di-OTT,” kata Dinalara.
Kuasa Hukum Ade Yasin lainnya, Roynal Pasaribu mengajak hakim menyoriti kualitas dakwaan yang disampaikan oleh JPU. Karena menurutnya terdapat banyak kejanggalan, sehingga tim kuasa hukum mengajukan keberatan.
“Apakah telah sesuai dengan norma-norma hukum, fakta dan bukti kejadian yang sebenarnya, ataukah rumusan delik dalam dakwaan itu hanya merupakan suatu ‘imaginer’ atau ‘dongeng’ yang dapat menyudutkan terdakwa,” tuturnya.
Menurutnya, Ade Yasin tidak terlibat praktik pemberian uang yang dilakukan oleh Ihsan Ayatullah sebagai Kepala Sub Bidang Kas Daerah Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor kepada pegawai BPK RI Perwakilan Jawa Barat.
Ia menduga, Ihsan memanfaatkan momentum untuk mencari keuntungan dari selisih uang yang dihimpun dari ASN dan penyedia jasa, kemudian hanya memberikan sebagian uang tersebut kepada pegawai BPK.
“Patut diduga Ihsan Ayatullah yang memanfaatkan situasi ini untuk memperkaya diri sendiri. Maka hal ini membuktikan tidak adanya subordinat dari bupati kepada Ihsan Ayatullah,” kata Roynal.
Dalam sidang kedua ini, Ade Yasin kembali tak dihadirkan ke dalam persidangan yang dilakukan di Ruang Sidang I Kusumah Atmadja, melainkan secara daring dari rumah tahanan (rutan) KPK, Jakarta.
Sebelumnya, Ade Yasin didakwa oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi memberi uang suap Rp1,9 miliar untuk meraih predikat opini WTP.
Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga telah menjadi tersangka pada perkara tersebut.
“Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara,” kata Budiman.