PANGANDARAN, KilasNusantara.id — Ketua DPRD Kabupaten Pangandaran Asep Noordin memimpin audensi dengan Forum Aktifis Peduli Sempadan Pantai Pangandaran. Audensi ini membahas masalah yang terjadi di Desa Cikembulan, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran, Kamis, 16 Januari 2025
Hadir dalam audensi tersebut Wakapolres Pangandaran, pejabat ATR BPN Pangandaran, beberapa kepala dinas terkait, Camat Sidamulih, serta puluhan personil Polres Pangandaran untuk menjaga keamanan.
Audensi ini merupakan kelanjutan dari beberapa kesepakatan yang telah dibuat, antara lain:
1. Kesepakatan pada 13 September 2024 antara Bupati Pangandaran H. Jeje Wiradinata, Toto Hutagalung, dan Forum Aktifis Peduli Sempadan Pantai Pangandaran.
2. Kesepakatan antara pihak investor HPL, TNI, Forum Aktifis Peduli Sempadan Pantai Pangandaran, dan tim HPL Pemkab Pangandaran pada 3 Desember 2024.
3. Perjanjian Kerjasama (PKS) pada 13 November 2024.
4. Surat sporadik yang ditandatangani oleh Camat Sidamulih dan Sekretaris Desa Cikembulan.
Iwan Hadiana, Ketua Forum Aktifis Peduli Sempadan Pantai Pangandaran, dalam audensi tersebut menyampaikan kekecewaannya terkait pelanggaran kesepakatan yang terjadi. Ia menjelaskan bahwa masyarakat Cikembulan merasa keadilan mereka terganggu karena adanya pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat.
Iwan menegaskan bahwa warga Cikembulan tidak menentang investor, namun mereka menuntut agar pembangunan dilakukan tanpa merusak lingkungan, menjaga ruang terbuka hijau, dan tetap memberikan akses umum ke pantai.
Iwan juga menyoroti pembangunan dua lantai tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di kawasan Cikembulan. Bangunan tersebut, yang tidak memiliki IMB, menjadi permasalahan karena di dekatnya terdapat tulisan “Jalan untuk umum menuju pantai” yang menunjukkan bahwa pemilik bangunan mencoba mengklaim jalan tersebut sebagai miliknya, padahal itu adalah tanah milik pemerintah daerah.
Ketua DPRD Asep Noordin merespon masalah ini dengan menyatakan bahwa pemerintah daerah telah mengikuti prosedur yang ada. Namun, terkait bangunan milik Toto Hutagalung yang tidak memiliki izin, Asep meminta pihak terkait untuk menindaklanjutinya.
Sarlan, perwakilan pihak terkait, menyatakan bahwa masyarakat Cikembulan tidak mempermasalahkan Hak Pengelolaan atas Tanah (HPL), tetapi mereka menginginkan ketegasan pemerintah terkait kesepakatan yang telah dibuat, khususnya mengenai bangunan yang berdiri tanpa IMB.
Sarlan menegaskan bahwa kesepakatan yang dibuat pada 3 Desember 2024 belum dilaksanakan dengan baik, dan pemerintah harus segera mengambil langkah tegas.
Penting untuk diketahui, setiap pembangunan yang dilakukan harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009. Bangunan yang tidak memiliki IMB dapat dikenai sanksi, bahkan dapat dibongkar.
Polemik terkait bangunan milik Toto Hutagalung ini semakin memanas karena bangunan tersebut semula berupa pos satpam namun kini berkembang menjadi dua lantai yang tidak memiliki izin.
Pemerintah daerah diminta untuk segera mengambil tindakan tegas agar masalah ini tidak berlarut-larut dan menciptakan ketidakpastian di masyarakat.
Sysfarras