Kasus Korupsi Tol Cisumdawu, Tim Penasihat Hukum: Menolak Tuntutan Jaksa Dan Sebut Tidak Ada Korupsi

BANDUNG, KilasNusantara.id — Tim penasehat hukum terdakwa Dadan Setiadi Megantara yang dipimpin oleh Jainal Riko Frans Tampubolon, SH., secara tegas menolak seluruh dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), mereka menyatakan tidak ada unsur tindak pidana korupsi dalam proyek Tol Cisumdawu.

Hal itu disampaikan tim penasehat hukum, Jainal Riko Frans Tampubolon, SH.,dalam nota pembelaannya (Pledoi) yang dibacakan secara bergantian dalam sidang yang digelar Majelis Hakim yang diketuai Panji Surono di Pengadilan Tipikor Bandung Pada Kamis (9/1/2025).

Dalam perkara ini, ada lima orang menjadi terdakwa. Pertama, Dadan Setiadi Megantara dari pihak swasta. Empat terdakwa lainya yakni; Atang Rahmat – Anggota Tim P2T, Pegawai BPN, Agus Priyono – Ketua Satgas B Tim P2T, Pegawai BPN, Mono Igfirly – Pejabat di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan Mushofah Uyun selaku Kades Cilayung.

Dadan Setiadi Megantara pemilik sembilan bidang tanah yang terkena proyek jalan Tol Cisumdawu seksi 1., Dalam pledoinya,tim penasehat hukum Dadan, Jainal Riko Frans Tampubolon, SH., menyebut bahwa JPU tidak cermat dalam menyusun dakwaan dan tuntutan.

Mereka menilai penafsiran JPU terhadap unsur-unsur tindak pidana korupsi tidak konsisten dan bertentangan dengan fakta persidangan.

“Jaksa tidak memahami aturan pengadaan tanah sehingga dakwaan menjadi kabur dan tidak berdasar,” ujar Tampubolon.

Selain itu, tim kuasa hukum juga menyoroti perubahan penetapan lokasi (penlok) proyek Tol Cisumdawu yang terjadi sebanyak tujuh kali sejak 2005 hingga 2019.

Mereka menegaskan bahwa perubahan ini dilakukan atas dasar kebutuhan proyek dan tidak melanggar hukum.

Jainal Riko Frans Tampubolon, SH, sebagai ketua tim kuasa hukum,secara tegas menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Pertama, Unsur “Setiap Orang” Tidak Terpenuhi.
Tim kuasa hukum menyebut ada inkonsistensi dalam dakwaan yang mencampuradukkan status hukum Dadan sebagai pribadi dan direktur PT Prista Raya.

“Penuntut umum keliru dalam menafsirkan unsur ‘setiap orang’ dengan mencampur subjek hukum manusia dan korporasi, sehingga dakwaan ini cacat secara hukum,” ujar Tampubolon.

Juga unsur “Melawan Hukum” Tidak Terbukti
Berdasarkan fakta persidangan, pengadaan tanah dilakukan sesuai prosedur, termasuk melalui Surat Keputusan Gubernur dan izin lokasi yang sah.

“Tidak ada pelanggaran hukum dalam proses peralihan hak atas tanah sebelum penetapan nilai ganti rugi. Semua dilakukan sesuai aturan,” tegasnya.

Begitu juga unsur “Memperkaya Diri Sendiri” Tidak Ada Bukti dalam persidangan, terungkap bahwa dana ganti rugi sebesar Rp 190 miliar lebih masih dititipkan di Pengadilan Negeri Sumedang dan belum dicairkan.

“Tidak ada satu pun bukti bahwa Dadan menerima uang tersebut atau hidup mewah seperti yang dituduhkan. Justru dana itu masih berada di pengadilan,” tambahnya.

Unsur “Merugikan Keuangan Negara” Juga tidak Terpenuhi.
Selain itu tim penasehat hukum juga menyoroti metode perhitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dinilai tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Penuntut umum gagal menunjukkan kerugian negara yang nyata dan pasti. Fakta persidangan justru membantah tuduhan ini,” kata Tampubolon.

Oleh karena itu demi hukum tim penasehat hukum meminta majelis hakim untuk memberikan putusan bebas kepada Dadan Setiadi Megantara.

“Kami memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan terdakwa tidak bersalah dan memulihkan hak, harkat, dan martabat terdakwa seperti sediakala,” tegas Tampubolon.

Selain dari Pembelaan tim Penasehat hukum terdakwa Dadan Setiadi Megantara, Para terdakwa juga satu persatu membacakan pembelaan secara pribadi diantaranya terdakwa Mono Igfirly – Pejabat di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

Dalam pembelaan pribadinya Mono Igfirly juga meminta majelis hakim agar membaskan dirinya. Dia mengaku tidak melakukan korupsi dalam proyek Tol Cisumdawu.

“Selama saya bertugas saya tidak mengenal H. Dadan dan bahkan saya mengabaikan istri saya yang sedang sakit demi tugas negara, Saya tidak pernah menerima ataupun memberi janji ke siapapun terkait tugas saya dalam pembebasan tanah tol Cisumdawu ini,” ujarnya sembari menangis.

Kasus ini bermula dari dugaan manipulasi pembebasan lahan untuk proyek strategis nasional Tol Cisumdawu di Desa Cilayung, Jatinangor, Sumedang.

Dalam perkara ini, lima terdakwa, termasuk Dadan Setiadi, didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor karena diduga merugikan negara.

Namun, dalam persidangan, terungkap bahwa proses pengadaan tanah dilakukan sesuai prosedur dan dana ganti rugi masih berada di pengadilan.

Fakta ini menjadi dasar bagi tim kuasa hukum untuk membantah seluruh dakwaan JPU.

(iyon)