Kasus Tipu Gelap Dengan Terdakwa Susanto Dilanjutkan Pemeriksaan Saksi

BANDUNG, KilasNusantara.id — Setelah majelis hakim dalam putusan sela menyatakan menolak eksepsi yang diajukan Penasihat hukum terdakwa pada pekan lalu,sidang kasus penipuan dan Pengelapan dengan terdakwa Susanto (57) dilanjukan dengan pemeriksaan pokok perkara.

Pada sidang lanjutan ini yang digelar di Ruang Utama Pengadilan Negeri Bandung pada Senin 25 Nopember 2024 Jaksa Penuntut Umum.

Kejati Jabar Ikwan Ratsudy,SH., menghadirkan delapan orang saksi diantaranya,Feddy,Ricky sales dan Agustin, Slamet Riadi (Supir ekspedisi) dalam keterangannya para saksi mengungkapkan bahwa terdakwa memesan dan membeli barang dari PT. Subron Indo Jaya dan PT. Nizen Karya Lestari, tetapi tidak memenuhi kewajiban pembayaran Rp1,345 miliar dan terdakwa dinilai sengaja memiliki niat tidak baik.

Feddy mengungkapkan, ia beberapa kali datang ke rumah terdakwa untuk menagih utang. Namun, ia tidak melihat adanya itikad baik dari terdakwa untuk melunasi kewajiban tersebut. “Atas dasar tidak ada niat baik, kami membuat laporan pidana terhadap saudara terdakwa,” ujar Feddy di hadapan majelis hakim.

Feddy menambahkan, akibat perbuatan terdakwa, ia dan beberapa karyawan yang menangani kerja sama dengan terdakwa mengalami potongan gaji setiap bulan. Hal ini dibenarkan oleh saksi lain, seperti Ricky, yang turut memberikan keterangan serupa.

Mendengar keterangan para saksi tersebut, Ketua majelis hakim, Casmaya SH., MH., yang memimpin jalannya persidangan, memberikan nasihat kepada terdakwa Susanto. Hakim Casmaya mengingatkan terdakwa, “Makanya, coba waktu itu kamu melunasi hutang itu kepada dua perusahaan tersebut, tidak akan menjadi terdakwa seperti sekarang ini,” tegas hakim kepada terdakwa.

Namun, kuasa hukum terdakwa, Sumihar Lukman SS, membela kliennya dengan menyatakan bahwa “Maaf Yang Mulia. Uang hasil penjualan barang rumah tangga itu dibawa kabur oleh Wahyu yang DPO,” ujar Sumihar.

Menanggapi pernyataan tersebut, Hakim Casmaya menanggapi dengan tegas, “Hal itu tidak ada urusan dengan Wahyu yang DPO. Yang jelas, terdakwa ini memiliki kewajiban hutang atas nama dirinya kepada PT. Subron dan PT. Nizen,” Ujar Hakim.

Menurut dakwaan Jaksa Penuntut Umum menyebutkan awal mulanya kaus ini terjadi pada September 2021, Wahyu Firmansyah (DPO) memperkenalkan dirinya kepada Feddy, seorang sales marketing di PT. Subron Indo Jaya dan PT. Nizen Karya Lestari.

Dalam perkenalan itu, Wahyu mengaku bekerja sebagai sales dari perusahaan milik terdakwa Sutanto, Sinar Cemerlang Plastik. Wahyu kemudian mengungkapkan minat untuk memesan barang peralatan rumah tangga dari kedua perusahaan tersebut melalui terdakwa, Susanto dengan tujuan menjadi pelanggan tetap.

Pada awalnya, transaksi berjalan lancar. Pembayaran dilakukan tepat waktu dan sesuai prosedur. Namun, pada pertengahan 2022, terdakwa mulai gagal memenuhi kewajibannya untuk membayar utang dari pembelian barang peralatan dapur tersebut. Hingga Maret 2022, total utang yang belum dibayar terdakwa mencapai Rp2,98 miliar.

Setelah jatuh tempo, terdakwa sulit dihubungi dan sulit ditemui dengan berbagai alasan untuk menjelaskan pembayaran yang tertunda.

Kemudian Feddy, yang bertanggung jawab atas penagihan, mengadakan pertemuan dengan terdakwa pada Maret 2022. Pertemuan itu juga dihadiri oleh saksi Navarro Albanorea (Direktur PT. Subron Indo Jaya) dan saksi Agustin Trianes (Direktur PT. Nizen Karya Lestari). Dalam pertemuan tersebut, terdakwa berjanji akan melunasi utangnya secara bertahap. Bahkan, ia menawarkan rumahnya sebagai jaminan apabila gagal memenuhi kewajibannya.

Namun, meski terdakwa berjanji akan membayar, barang-barang dari PT. Subron dan PT. Nizen terus dikirimkan, tetapi pembayaran tetap tidak terlaksana. Terdakwa tidak menepati janjinya, meskipun rumah yang dijanjikan sebagai jaminan sudah dijual.

Sehingga akibat kelalaian dan penghindaran pembayaran yang dilakukan oleh terdakwa, PT. Subron Indo Jaya mengalami kerugian sebesar Rp724.878.400,-, sementara PT. Nizen Karya Lestari mengalami kerugian sebesar Rp621.277.790,- . Total kerugian yang ditanggung oleh kedua perusahaan tersebut mencapai sekitar Rp1,345 miliar.

Namun, dalam perkara ini, pihak PT. Subron dan PT. Nizen hanya memperkarakan kerugian yang belum dibayarkan, yaitu masing-masing sebesar Rp724.878.400,- dan Rp621.277.790,-. Fokus perkara di pengadilan adalah pada kewajiban yang belum dibayar tersebut, yang totalnya mencapai Rp1,345 miliar.

Dalam perkara ini terdakwa di jerat dan diancam dengan pasal 378 dan 372 atau Pasal 379a Jo pasal 64 KUHP. Dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara.

(iyon)