BATURAJA OKU, KilasNusantara.id — Realisasi dana Treasury Deposit Facility (TDF) sebesar Rp75 miliar oleh Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu (Pemkab OKU) dilaporkan oleh Panitia Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Panja Banggar DPRD) OKU ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan ini diajukan lantaran realisasi dana tersebut dilakukan tanpa melalui mekanisme pembahasan dengan DPRD, sebagaimana diungkapkan dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (08/10/24).
Dalam konferensi pers tersebut, Densi Hermanto, salah satu anggota Panja Banggar DPRD OKU, membeberkan kronologi kasus ini. Konferensi pers yang berlangsung di ruang Banggar DPRD OKU dipimpin oleh H. Rudi dari Nasdem, serta dihadiri oleh anggota Banggar lainnya, seperti Gepin Alindra Utama (Demokrat), MS Tito (Golkar), Kamaluddin (Nasdem), Martin Arikardi (Nasdem), Dadi (PKN), dan Yeri Ferliansyah (Perindo).
Densi menjelaskan bahwa dana TDF sebesar Rp75 miliar baru diketahui sudah direalisasikan ketika rapat pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2024 yang berakhir deadlock. Dari total dana tersebut, hanya tersisa sekitar Rp600 juta.
Dana ini lanjut Densi, sudah dialihkan tanpa persetujuan DPRD pada pertengahan tahun sebelum masuknya pembahasan APBD-P.
“Dana ini digeser tanpa pembahasan, dan kami baru mengetahuinya setelah semua sudah berjalan. Istilahnya netak dewek, ngocok dewek.Dalam laporan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), dana tersebut digunakan untuk berbagai kebutuhan, seperti pembayaran utang Dinas Perkim sebesar Rp2,3 miliar, utang Dinas PU PR Rp3,2 miliar, dan proyek fisik lainnya di Dinas PU PR sebesar Rp62 miliar,” ungkap Densi.
Selain itu, menurut Densi, TAPD telah melakukan lima kali pergeseran dana, yang semuanya dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 16 tahun 2024.
Meskipun demikian, Densi menyatakan bahwa TAPD memiliki interpretasi sendiri terhadap aturan tersebut, dan DPRD pun memiliki pandangan yang berbeda.
Densi juga menekankan bahwa sesuai aturan, dana TDF seharusnya dibahas terlebih dahulu sebelum digunakan. Namun, dalam kasus ini, pembagian dana secara proporsional tidak dilakukan dan tidak mempertimbangkan prioritas penyelesaian utang Kabupaten OKU.
“Ini bukan soal siapa yang benar atau salah, karena Tim Panja Anggaran bukan lembaga peradilan. Namun, kami menemukan adanya indikasi kesalahan prosedur dalam realisasi dana ini, dan karena itulah kami telah melaporkan kasus ini ke KPK di Jakarta,” tegas Densi.
Diketahui, realisasi dana TDF tanpa pembahasan ini menjadi salah satu penyebab mandeknya pengesahan APBD-P OKU 2024. Selain itu, perbedaan asumsi target Pendapatan Asli Daerah (PAD) antara TAPD dan Panja Banggar turut memicu deadlock. TAPD menetapkan target PAD sebesar Rp91 miliar yang bahkan ingin ditingkatkan menjadi Rp96 miliar, sementara Panja Banggar menetapkan target yang lebih realistis, yaitu Rp65 miliar berdasarkan histori realisasi yang ada.
Densi menegaskan bahwa DPRD tidak pernah berniat menghambat pembahasan APBD-P, namun merasa dipaksa untuk menyepakati dokumen yang diajukan TAPD tanpa adanya pembahasan lebih lanjut.
(A.Sukri)