Hukum  

Polisi Amankan Oknum Sipir Lapas Pasir Pengaraian, di Duga Terlibat Penipuan Rp 308 Juta

ROKAN HULU – RIAU, Mul.Kilasnusantara.id

Kasus mencengangkan kembali mencoreng dunia penegakan hukum di Indonesia. Seorang oknum sipir berinisial “A” dari Lapas Kelas IIB Pasir Pengaraian, Kabupaten Rokan Hulu Riau, digrebek tim gabungan dari Polda Kepulauan Riau (Kepri) dan Polres Rokan Hulu (Rohul) atas dugaan keterlibatan dalam kasus penipuan senilai Rp 308 juta. Ironisnya, aksi penipuan ini dilakukan dari balik jeruji besi oleh warga binaan yang terlibat kasus narkoba, dengan oknum sipir tersebut sebagai fasilitator.

Kasus ini terungkap berkat laporan dari seorang korban yang merupakan warga Kota Batam. Merasa ditipu, korban segera melaporkan kasus ini ke Polda Kepri. Berdasarkan hasil penyelidikan, oknum sipir “A” diduga menjadi otak penipuan tersebut, bekerja sama dengan narapidana kasus narkoba di dalam Lapas Kelas IIB Pasir Pengaraian.

Pada Minggu dini hari (25/8), menjelang waktu subuh, tim gabungan bergerak cepat untuk mengamankan “A” di sebuah rumah kontrakan di RT 01 RW 06 Dusun Wonosri Barat, Desa Kota Tinggi, Kecamatan Rambah, Kabupaten Rokan Hulu. Penggerebekan tersebut juga melibatkan warga setempat untuk memastikan jalannya operasi sesuai prosedur.

Dari hasil penggrebekan ditemukan uang tunai sebesar Rp. 308 juta dalam kantong plastik warna merah dan satu buah buku rekening.  Tanpa perlawanan, “A” berhasil diamankan dan langsung dibawa ke Polda Kepri guna menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

Hingga berita ini diturunkan, “A” masih menjalani proses hukum terkait keterlibatannya dalam kasus ini.

Kasus ini semakin menyedot perhatian publik karena terjadi hanya dua minggu sebelum Serah Terima Jabatan (Sertijab) Kepala Lapas Kelas IIB Pasir Pengaraian. Sertijab dari Kalapas lama, Bakhtiar Sitepu, kepada Kalapas baru, Efendi Parlindungan Purba, berlangsung pada Senin (9/9) lalu, disaksikan langsung oleh Kepala Divisi Administrasi Kanwil Kemenkumham Riau, Johan Manurung.

Munculnya kasus ini jelas menjadi noda besar dalam masa transisi kepemimpinan di Lapas tersebut. Kalapas baru, Efendi Parlindungan Purba, yang didampingi oleh Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) baru, Veazanol Kosuma, saat ditemui wartawan, Jumat (13/9/2024) di ruang kerjanya, mengakui bahwa kasus ini telah “diselesaikan”.

Kejadian penggrebekan itu benar dan kasusnya sudah diselesaikan melalui restorative justice”, ucap Veazanol.

Pernyataan tersebut menimbulkan kontroversi karena Veazanol mengklaim bahwa penyelesaian dilakukan melalui mekanisme restorative justice.
Mekanisme restorative justice yang digunakan untuk menyelesaikan kasus ini menimbulkan gelombang protes dari sejumlah pihak, terutama masyarakat setempat. Salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyesalkan penanganan kasus yang melibatkan oknum aparat hukum berakhir dengan restorative justice, meskipun bukti-bukti penipuan yang ditemukan sangat jelas.

Ini bukan kasus kecil. Rp 308 juta itu bukan jumlah yang sedikit, apalagi ini melibatkan seorang aparat penegak hukum. Seharusnya diproses sesuai hukum yang berlaku, bukan sekadar restorative justice,” ujar warga tersebut.

Restorative justice, meskipun merupakan pendekatan alternatif yang mengutamakan mediasi dan pemulihan antara korban dan pelaku, dirasa tidak pantas diterapkan pada kasus yang melibatkan tindak pidana serius seperti ini. Banyak yang menilai bahwa oknum sipir tersebut seharusnya diproses secara hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan pengadilan.

Kasus ini memperlihatkan bagaimana integritas aparat penegak hukum kembali dipertanyakan oleh publik. Ketika seorang yang seharusnya menjaga keamanan dan ketertiban di dalam lembaga pemasyarakatan justru terlibat dalam kejahatan, rasa percaya masyarakat terhadap institusi hukum semakin tergerus.

Salah satu tokoh masyarakat Rokan Hulu menyoroti pentingnya transparansi dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan oknum aparat hukum.

“Jangan sampai ada anggapan bahwa aparat kebal hukum. Kalau memang bersalah, harus ada tindakan tegas,” tegasnya.

Lebih lanjut, kasus ini diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi pihak-pihak terkait untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan mengawasi personel yang bekerja di lembaga pemasyarakatan. Sebagai institusi yang bertugas menegakkan aturan di tengah-tengah masyarakat, Lapas harus menjadi contoh baik, bukan justru menjadi sarang kejahatan baru.

Penipuan sebesar Rp 308 juta yang melibatkan oknum sipir “A” dari Lapas Kelas IIB Pasir Pengaraian ini menjadi bukti bahwa kejahatan bisa terjadi di mana saja, bahkan di balik jeruji besi. Masyarakat berharap agar kasus ini dapat diselesaikan secara transparan dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tanpa adanya penyelesaian yang hanya menguntungkan pihak tertentu.

Proses hukum terhadap oknum “A” akan terus diawasi publik, dengan harapan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan. Restorative justice mungkin menjadi solusi dalam beberapa kasus, namun untuk kejahatan seperti ini, pengadilan adalah jawabannya.[tim] mt.c

Mul.Kilasnusantara.id